Showing posts with label TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA. Show all posts
Showing posts with label TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA. Show all posts

Friday, January 7, 2011

PEMANFAATAN ABU BATUBARA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Batubara adalah suatu lapisan yang padat, yang pembentukannya atau penyebarannya secara horizontal dan vertikal, dan merupakan suatu lapisan yang bersifat heterogen. Karena sifat batubara yang heterogen maka pada (eksplorasi pemborannya) Recovery harus memenuhi syarat maksimal 90% yang diambil, bila kurang dari 90% maka tidak Refresentatif dan penyebaran batubara menunjukkan perbedaan kwalitas maka penyebaran batubara sangat mempengaruhi kwalitas.

Wednesday, January 5, 2011

TEKNIK EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL DAN BB

Eksplorasi

q(UU No 4 Th 2009)
  Eksplorasi” adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumberdaya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

BATUBARA

Bentuk Lapisan Batubara

    Pada kegiatan eksplorasi batubara, kita selalu menginginkan utk mendapatkan lapisan batubara yang tebal. Dalam bentuk lapisan menerus dgn ketebalan yang sama kesemua arah dan kualitas batubaranya baik.
    Sebagai catatan, hasil pengamatan pada singkapan batubara yang diperoleh dilapangan, dikombinasikan dengan hasil pemboran eksplorasi, akan dapat diketahui berbagai macam bentuk lapisan batubara yang ada diantara lapisan batuan sedimen.
    Untuk hal tesebut, dalam melakukan interpretasi geologi yang berkaitan dalam usaha memahami bentuk lapisan batubara, di anjurkan memadukan semua data geologi yang diperoleh pada saat melakukan pemetaan permukaan (surface) dan pemetaan bawah permukaan (sub surface).
        Makin banyak data yang diperoleh dari hasil pemboran inti, interpretasi geologi akan mendekati keadaan sebenarnya.
Bentuk horse back
    Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen yang menutupinya melengkung kearah atas yang diakibatkan oleh besarnya gaya kompresi
        Akibat pelengkungan itu batubara terlihat terpecah2, akibatnya batubara mejadi kurang kompak.
        Pengaruh air hujan, yang selanjutnya menjadi airtanah, akan mengakibatkan sebagian dari butiran batuan sedimen yang terletak di atasnya, bersama airtanah akan masuk  di antara rekahan lapisan batubara,
        Kejadian tsb saat dl tambang mengakibatkan batubara mengalami pengotoran (terkontaminasi) dlm bentuk butiran2 batuan sedimen sebagai kontaminan anorganik, sehingga batubara menjadi tidak bersih dan hal tersebut tidak diinginkan apabila batubara tsb akan dipergunakan sebagai bahan bakar

Bentuk pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis misalnya batulempung sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang  secara lateral merupakan pengisian suatu alur. Sangat dimungkinkan, bentuk pinch ini bukan merupakan penampakan tunggal, melainkan merupakan penampakan yang berulang-ulang. Ukuran bentuk pinch bervariasi dari beberapa meter sampai puluhan meter. Dalam proses penambangan batubara, batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut tidak terhindarkan ikut tergali, sehingga keberadaan fragmen-fragmen batupasir tersebut juga dianggap sebagai pengotor anorganik. Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan apabila batubara tersebut akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar

Bentuk Clay vein

    Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian lapisan batubara terdapat urat lempung ataupun pasir.   
    Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh  material lempung ataupun pasir.
    Apabila batubaranya ditambang, bentukan Clay Vein ini dipastikan ikut tertambang dan merupakan pengotor anorganik (mineral matter) yang tidak diharapkan. Pengotor ini harus dihilangkan apabila batubara tersebut akan dikonsumsi sebagai bahan bakar.

Bentuk burried hill

    Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula    terbentuk suatu kulminasi sehingga lapisan batubara seperti “terintrusi”. Sangat dimungkinkan lapisan batubara pada bagian yang “terintrusi” menjadi menipis atau hampir hilang sama sekali.
     Bentukan intrusi mempunyai ukuran dari beberapa meter sampai puluhan meter. Data hasil pemboran inti pada saat eksplorasi akan banyak membantu dalam menentukan dimensi bentukan tersebut. Apabila bentukan intrusi tersebut merupakan batuan beku, pada saat proses penambangan dapat dihindarkan, tetapi apabila bentukan tersebut merupakan tubuh batupasir, dalam proses penambangan sangat dimungkinkan ikut tergali.
    Oleh sebab itu ketelitian dalam perencanaan penambangan sangat diperlukan, agar fragmen-fragmen intrusi tersebut dalam batubara yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat dikurangi sehingga keberadaan pengotor anorganik tersebut jumlahnya dapat diperkecil.

Bentuk fault (patahan)

    Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Apabila hal ini terjadi, akan mempersulit dalam melakukan perhitungan cadangan batubara. Hal ini disebabkan telah terjadi pergeseran perlapisan batubara ke arah vertikal.
    Dalam melaksanakan eksplorasi batubara di daerah yang memperlihatkan banyak gejala patahan, diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi, tidak dibenarkan hanya berpedoman pada hasil pemetaan geologi permukaan saja. Oleh sebab itu, di samping kegiatan pemboran inti, akan lebih baik bila ditunjang oleh data hasil penelitian geofisika. 
        Dengan demikian rekonstruksi perjalanan lapisan batubara dapat diikuti dengan bantuan hasil interpretasi dari data geofisika. Apabila patahan-patahan secara seri didapatkan, keadaan batubara pada daerah patahan akan ikut hancur. Akibatnya keberadaan kontaminan anorganik pada batubara tidak terhindarkan. Makin banyak patahan yang terjadi pada satu seri sedimentasi endapan batubara, makin banyak kontaminan anorganik yang terikut pada batubara pada saat ditambang

Bentuk fold (perlipatan)
Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara, mengalami proses tektonik hingga terbentuk perlipatan. Perlipatan tersebut dimungkinkan masih dalam bentuk sederhana, misalnya bentuk antiklin atau bentuk sinklin, atau sudah merupakan kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Lapisan batubara bentuk fold, memberi petunjuk awal pada kita bahwa batubara yang terdapat di daerah tersebut telah mengalami proses coalification relatif lebih sempurna, akibatnya batubara yang diperoleh kualitasnya relatif lebih baik. Sering sekali terjadi, lapisan batubara bentuk fold berasosiasi dengan lapisan batubara berbentuk fault. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak perlipatan dan patahan, kegiatan pemboran inti perlu mendapat prioritas utama agar ahli geologi mampu membuat rekonstruksi struktur dalam usaha menghitung jumlah cadangan batubara

Klasifikasi batubara

1.SECARA UMUM
vAnthracite
vBituminous Coal
vSub Bituminus Coal
vLignit
vPeat (gambut)
ØPenggolongannya menekankan pada kandungan relatif antara unsur C dan H2O yang terdapat dalam batubara.
ØPada Anthracite, Kandungan C relatif tinggi dibanding dgn H2O
ØPada Bituminous dan Peat, kandungan unsur C relatif rendah dibanding H2O
ØPada Bituminous, kandungan unsur C relatif lbh rendah di bandingkan dengan unsur C pada Anthracite.
ØSebaliknya kandungan H2O pada Bituminous relatif lbh tinggi dibanding dengan kandungan H2O pada Anthracite

A. Jenis Anthracite
  Warna hitam, sangat mengkilat, kompak; kandungan karbon sangat tinggi; nilai kalor sangat tinggi; kandungan air ,abu dan sulfur sangat sedikit.
B. Jenis Bituminous
  Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tingg; nilai kalor tinggi; kandungan air, abu dan sulfur sedikit.
C. Jenis Lignite
  Warna hitam, sangat rapuh; kandungan karbon sedikit; nilai kalor rendah; kandungan air tinggi; kandungan abu banyak; kandungan sulfur banyak
2. BERDASARKAN ATAS NILAI KALOR
vBatubara Tingkat Tinggi (high rank) meliputi meta anthracite, anthracite, semi anthracite
vBatubara tingkat menengah (moderate rank), meliputi Low volatile bituminous coal, high volatile coal
vBatubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal, lignite
Penggolongan tersebut diatas lebih ditekankan pada nilai kalor yang dihasilkan, selain tetap memperhatikan kandungan unsur C dan jumlah volatile matter yang terdapat didalamnya.
Seperti pada penggolongan yang pertama, apabila batubara dipakai dalam industri, akan dipilih batubara tingkat tinggi, karena akan menghasilkan panas yang cukup tinggi.
qBatubara yang diperoleh dari hasil penambangan pasti mengandung bahan pengotor (impurities).
qPada saat  terbentuknya batubara selalu bercampur dengan mineral penyusun batuan yang selalu terdapat bersamaan selama proses sedimentasi, baik sebagai mineral anorganik ataupun sebagai bahan organik
qSelain itu, selama berlangsung proses coalification terbentuk unsur S yang tidak dapat dihindarkan, termasuk keberadaan pengotor dalam batubara hasil penambangan dalam jumlah besar yang selalu menggunakan alat-alat berat

1.Inherent Impurities
v Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara
vBatubara yang sudah dicuci (washing) dan dikecilkan ukuran butirnya/diremuk (crushing)  sehingga dihasilkan ukuran tertentu, ketika dibakar habis masih memberikan sisa abu
vPengotor bawaan ini terjadi bersama2 pada waktu proses pembentukan batubara (masih berupa gelly)
v Pengotornya dapat berupa gipsum (CaSO42H2O), inhidrit (CaSO4), pirit ( FeS2), silika (SiO2), dapat juga berbentuk tulang2 binatang
vPengotor bawaan ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan pembersihan, yang biasa dikenal dengan teknologi batubara bersih.
2. External Impurities


  Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses penambangan, antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup (OB)
Mutu batubara mempunyai peranan penting  dalam memilih peralatan yang  akan dipergunakan dan pemeliharaan alat, sehingga dalam penentuan mutu/kualitas batubara maka hal yang perlu diperhatikan diantaranya : Heating value, moisture content, ash content, sulfur content,  volatile matter, fixed carbon, dll.
Kualitas batubara
1. Heating Value
ØDinyatakan dalam kkal/kg, banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat (dlm kilogram)
ØDikenal nilai kalor net (net calorific value/low heating calorific value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran di mana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan gas.
ØNilai kalor gross (grosses calorific value dan high heating value) yaitu nilai kalor hasil pembakaran dimana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan cair
ØSemakin tinggi nilai HV, makin lambat jalannya batubara yang akan diumpankan sebagai bahan bakar setiap jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara (coal feeder)perlu disesuaikan

2. Moisture Content (kandungan lengas)
üJumlah lengas dalam batubara akan mempengaruhi penggunaan udara primer.
üBatubara dengan kandungan lengas tinggi akan memerlukan lebih banyak udara primer untuk mengeringkan batubara tersebut agar suhu batubara pada saat keluar dari gilingan (mill) tetap, sehingga hasil produksi industri dapat dijamin kualitasnya
üLengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam batubara baik kandungan air internal (air senyawa/unsur), maupun kandungan air eksternal (air mekanika)
üKandungan air internal   air yang terikat secara kimiawi
  jenis air ini sulit utk dilepaskan/dihilangkan, tetapi dapat dikurangi dengan cara memperkecil ukuran butir batubara
üKandungan air eksternal  air yang menempel pada permukaan butir batubara
  makin luas butir batubara , makin luas jumlah permukaan butir secara keseluruhan, sehingga makin banyak pula air yang menempel
3. Ash Conten (kandungan Abu)
qKomposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik (dari tumbuh2an), dan senyawa anorganik yg merupakan hasil rombakan yang ada disekitarnya, bercampur selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan.
qApabila batubara dibakar, senyawa anorganik yang ada diubah menjadi senyawa oksida yang berukuran butir halus dalam bentuk abu
qAbu hasil pembakaran tersebut dikenal sebagai ash content (kandungan abu)
qImpurities yang terdapat dlm batubara berperan sangat penting pada kandungan abu batubara.
qApabila batubara ini dipakai utk PLTU, abu yang ada akan terpisah menjadi abu dasar (20%) yang terkumpul didasar tungku dan abu terbang (80%) yg akan keluar melalui cerobong asap.
qSedang apabila batubara dipergunakan sebagai bahan bakar dalam industri semen, abu (dlm bentuk padatan) bercampur dgn klinker, dan akan mempegaruhi kualitas semen yang dihasilkan.
qSemakin tinggi kandungan abu dan tergantung pada komposisinya, akan mempengaruhi tingkat pengotoran udara  apabila abu sampai terlepas ke atmosfer, menyebabkan pula terjadi keausan dan korosi pada peralatan yang dilaluinya.

4. Sulfur Konten (kandungan belerang)
ØBelerang dlm bentuk senyawa anorganik dalam dijumpai pada mineral pirit (FeS2 bentuk kristal kubus), markasit (FeS2 bentuk kristal orthorombik), atau dalam bentuk sulfat
ØBelerang organik terbentuk selama terjadinya proses coalification, dapat dioksidasi membentuk sulfat.
ØKeberadaan sulfur dalam batubara akan berpengaruh terhadap tingkat korosi, dan juga berpengaruh pada efektifitas peralatan penangkapan abu. (electrostatic precipitator)